Oleh: S Susanti
Dinginnya malam menusuk hingga tulang sum-sum, aku duduk sendiri dengan balutan selimut tipis berwarna merah muda, diam mengingat sebuah pernyataan yang diucapkan seorang ustad saat aku mengikuti pengajian di masjid kampus sore tadi. Pernyataann tersebut adalah sebuah pernyataan yang mewajibkan seorang muslimah menutup rapat auratnya dengan berjilbab. Sebenarnya akupun sudah mengetahuinya sejak lama bahwa menutup aurat adalah kewajiban seorang muslimah, namun hal itu tak mudah direalisasikan. Bagiku menutup aurat bukanlah satu-satunya kebaikan yang menuntun manusia menuju surganya Allah, masih banyak kebaikan-kebaikan lain yang bisa mengantarkanku menuju surga.
Usia muda pasti tak jauh dari kata gaul, menurutku orang yang berjilbab itu tidak gaul, ya mirip dengan ibu-ibu pengajian gitu. Seperti anak muda pada umumnya, style fashion yang kukenakan adalah celana jeans yang ketat serta kaos pendek yang berwarna cerah dengan rambut lurus terurai. Sekelibat aku berniat ingin mengubah penampilan dengan berpakaian secara syar’i namun pakaian syar’i menyulitkanku untuk bebas bergaul dengan orang lain. Pengalaman-pengalaman yang ku temukan terutama di lingkungan kampus, orang-orang yang memakai jilbab besar dan kemana-mana selalu berkaos kaki (Auratnya tertutup rapat) seringkali ia dihindari oleh teman-temannya, sering kali ia diolok-olok “Eh, ada ibu-ibu pengajian”, “Mau dakwah dimana bu?” Olok-olok seperti itulah yang membuatku tak siap mengubah penampilan dengan menutup rapat auratku, pol-polnya penampilanku menutup aurat ya seperti mahasiswi pada umumnya yaitu dengan memakai celana jeans yang ketat, baju panjang serta kerudung berwarna cerah yang transparan. Memang style seperti itu tidak sesuai dengan ajaran agama islam, namun hanya dengan style seperti itulah aku bebas bergaul dengan siapa saja tanpa adanya lirikan sinis menghampiri style fashion yang kukenakan. Sebagai mahasiswi yang aktif diberbagai pengembanganan diri yang ada di kampus, aku harus bisa menyesuaikan diri dengan orang-orang yang berada di pengembangan-pengembangan diri tersebut. Ketika aku mengikuti pengembangan diri karate maka styleku memakai baju karate dengan rambut diikat rapi dan tak lupa berlagak tomboy agar terlihat seperti wanita perkasa yang pandai berkelahi (berkelahi disini adalah bagaimana kita mempertahankan diri saat adanya suatu ancaman). Namun berbeda lagi dengan styleku pada saat mengikuti pengembangan diri teater, pada pengembangan diri ini styleku yaitu memakai celana jeans yang dipadukan dengan baju atasan yang terkesan mewah seperti artis-artis yang sering kulihat ditelevisi.
***
Suatu ketika aku melilat brosur
bertuliskan “Ikutilah competition modern
dance yang diselenggarakan oleh BEM FISIP.” Sebagai pencinta dance mataku langsung
terpaku pada selebaran yang ditempel di majalah dinding BEM FISIP itu. Aku beniat
ingin berpartisipasi dalam kompetesi tersebut, berpartisipasi disini dengan
cara mengikuti kompetisi dance itu, namun
ada sedikit kendala untuk bisa mengikuti kompetesi tersebut, kendalanya yaitu
aku harus mempunyai grup dance yang minimal beranggotakan 5 orang. Demi
tercapainya keinginanku untuk bisa mengikuti kompetesi dance tersebut, aku
mencari tahu mahasiswa yang senang dengan dunia dance, dan akhirnya aku
menemukan 4 orang kawan yang bersedia mengikuti kompetesi dance itu yang
akhirnya genaplah menjadi 5 orang anggota yang siap meluncur ke acara competition modern dance. Dengan nama grup “The Fair” yang beranggotakan 5 orang. Kami
berlatih agar bisa menjadi juara dalam kompetesi nanti.
***
Tibalah saatnya kompetesi
berlangsung, “The Fire” siap mengepakkan sayapnya dan menghipnotis seluruh
penonton yang ada di dalam ruangan kompetesi tersebut. “Mari kita sambut,
penampilan dari grup dance The Fire.”
Teriak seorang MC yang memandu
kompetesi dance pada saat itu. Kamipun dengan rasa percaya diri yang tinggi
melenggang menuju area kompetesi dance. Performance kami disambut dengan tepuk
tangan paling meriah dibandingkan tepuk tangan para penonton terhadap grup
dance sebelum-sebelumnya. Dan tak disangka grup dance kami menjadi The Winner.
“Astagfirulloh, ukhty, kenapa berpakaian
seperti itu?” Seorang pemuda mengagetkanku.
“Kenapa? Ada masalah dengan
pakaianku?”
“Wajib bagi perempuan menutup auratnya,
itu aurat ukhty. Sehelai rambutpun tak boleh
terlihat oleh yang bukan muhrimnya apalagi berpakaian
seperti itu dengan celana hotpan serta baju yang kurang bahan menurutku tidak layak untuk kau kenakan.”
“Sudahlah, ini hidupku, tak usahlah kau atur-atur hidupku.”
“Maaf, aku tak mengatur hidupmu
ukhty, aku hanya ingin kau berubah menjadi
lebih baik, hijablah dirimu dengan
pakaian yang menutup aurat, hal itu akan
lebih Allah sukai, dan Insya Allah wanita yang menutup rapat auratnya, berhaklah mereka menjadi
penghuni surga”
“hahaha...terimakasih BAPAK USTAD,
atas ceramahnya. Besok aku taubat
deh kalau udah tua, sekarang masih muda jadi masih banyak waktu untuk bersenang-senang.
Pemuda
itupun hengkang melenggang, tanpa memperdulikan apa yang aku katakan. “Kalau masalah
taubat nanti saja lah, aku masih muda, masih lama aku hidup di dunia ini. Kalau
sudah tua baru aku taubat.” Gerutu dalam hati.
***
Tiba-tiba... Cling, (suara hp berbunyi)
menandakan SMS masuk, saat ku buka SMS, ternyata SMS itu mengabarkan bahwa
sahabatku meninggal. Air matapun menetes hingga membasahi Hp yang ku pegang. Hingga
akhirnya ku tersadar bahwa maut itu tidak hanya datang pada orang-orang yang
sudah tua, sahabatku yang umurnya masih muda saja sudah meninggal. Sejenak ku terdiam dan
merenung. Amal baik apa yang akan mengantarkanku menuju surga? Berpakaian saja
belum syar’i. Bagaimana aku bisa masuk surga?.
Kematian sahabatku seolah
menyadarkan agar aku bisa menjalani hidup dengan sebaik-baiknya, karena kita
tidak tahu kapan kita akan mati. Mulai saat itulah aku sering mengikuti
kajian-kajian islami dan mencoba menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Suatu
ketika aku mengikuti kajian yang bertemakan “Apa Itu Gaul?”, pemateri itu berjilbab
besar tak lupa dengan manset tangan dan kaos kakipun ia kenakan, tapi tetap
cantik tuh, jauh banget deh sama ibu-ibu pengajian yang sering dianggap
kampungan oleh anak-anak remaja zaman sekarang (pokoknya enak dipandang). Dan
ada hal yang membuatku malu yaitu sepenggal kalimat yang ia lontarkan “Gaul itu tak harus menanggalkan jilbab, tapi
cukup dengan otak yang cemerlang dan mau menutup aurat maka kamu akan berharga
dimata manusia dan Allah.” Selama ini aku pikir berjilbab itu kuno dan tidak
gaul, ternyata aku salah, berjilbab itu bisa tetap cantik, apalagi kalau
pikiran dan hati kita bersih maka aura kecantikanpun akan terpancar indah. Mulai
saat itu aku berniat ingin mengubah penampilan sesuai ajaran agama islam, namun
masih ada kendala untuk merealisasikan niat itu, kendalanya adalah aku tak
punya baju-baju dan jilbab yang syar’i, akan tetapi sungguh luar biasa
tiba-tiba ada pertolongan Allah melalui saudara sepupuku yang memiliki konfeksi
di luar kota, ia memberikan 10 pakaian gamis dan jilbab yang syar’i secara
cuma-cuma, kalau dipikir-pikir mungkin itu adalah pertolongan Allah kepada
orang yang berniat baik. Mulai saat itupun aku berhijrah untuk
berpakaian sesuai syariat islam.
Ciamis, 28 April 2015