Oleh: Tere Liye
*Dear guru-guru yang kami cintai
Ini surat terbuka utk guru2 kami, guru2 yg amat kami cintai, ijinkanlah saya menyampaikan kerinduan ini;
1. Kami tahu, hari pertama bapak, ibu memutuskan menjadi guru, maka sejak detik itu pula bapak, ibu mengikrarkan diri utk menjadi orang paling kaya hatinya di dunia. Kekayaan yang membuat hati begitu cemerlang. Sungguh, Pak, Ibu, kalianlah salah-satu mercu sua r paling terang benderang di dunia ini, sinar kemuliaan kalian boleh jadi hanya kalah sejengkal dari pemimpin yang adil. Maka berbahagialah dgn kabar bahagia itu, menjadi orang paling kaya hati-nya di dunia--bukan kaya harta duniawi.
2. Kami tahu, hari pertama bapak, ibu memutuskan menjadi guru, maka sejak detik itu pula bapak, ibu menjadi orang paling pemberi. Tidak terhitung memberikan tenaga, waktu, pikiran, semuanya. Maka, berhentilah berharap meminta kembalian. Jangan pernah nodai kesucian itu dgn mengambil sesuatu dari murid-murid. seragam sekolah misalnya, anak2 didik bisa memakai seragam standar yang dijual di pasar loak sekalipun, bukan sebaliknya, menjadikan seragam dan kelengkapan sekolah sbg mata pencahariaan. Buku2, jangan pernah menjadikan buku2 sebagai kewajiban, apalagi buku kegiatan bulan Ramadhan, sesak sekali rasanya mengambil 1000, 2000 per buku, berapalah uangnya. Banyak sekali pembelajar di dunia yg sukses hanya bermodalkan pinjam buku2 itu. Juga studi tour, foto ijasah, pembagian raport, tahun ajaran baru, mulailah hilangkan kebiasaan buruk itu, mulailah kebiasaan baru yang begitu mencengangkan dan mengharukan, mari bahu membahu membantu murid2, memberikan semua kemampuan. Tanyakanlah selalu ke hati nurani paling dalam bapak, ibu, apakah sesuatu itu pantas atau tidak. Apakah bapak, ibu tega menjadikan murid2 sumber nafkah. Kalianlah orang paling pemberi, bukan sebaliknya.
3. Kami tahu, hari pertama bapak, ibu memutuskan menjadi guru, maka sejak detik itu pula bapak, ibu menjadi benteng terdepan akhlak yang baik dan teladan kehidupan. Kami berlari menciumi tangan bapak, ibu. Kami menangis mengenang kebaikan bapak, ibu--meski kalian tdk tahu, karena kami terlalu malu mengakuinya. Sungguh, kami semua tdk akan jadi apapun tanpa kalian. Maka jadilah benteng paling gagah itu. Jangan sungkan, jangan risih, selalu bertanya atas keputusan kepala sekolah, rapat2 komite, koperasi, jika itu tdk sesuai nurani. Selalulah mencari solusi yg baik, selalu semangat. Selalu mengambil inisiatif kebaikan dan kejujuran. Selalu sensitif dan memihak atas golongan yang terpaksa dan tidak mampu. Tentu saja itu termasuk, kalau kami bodoh, jangan pernah putus asa. Kami pintar, ajarkan arti rendah hati dan berbagi. Kalianlah benteng terdepan akhlak yang baik dan teladan kehidupan ini. Ajarkan kami agar berhenti berkeluh-kesah--seperti kalian yg malu berkeluh-kesah di hadapan org banyak. Ajarkan kami rasa sabar atas kejahatan hidup--seperti kalian yg gagah dan selalu sabar utk setiap kesulitan.
Duhai, bapak, ibu guru, bahkan dengan pakaian kusam, wajah redup banyak beban hidup, tubuh ringkih, kalian tetap cemerlang dibanding raja2. Bapak, ibu guru, bahkan dengan kesederhanaan hidup itu semua, kalian menjadi semerbak wangi sebuah siklus kehidupan. Terimakasih banyak. Sungguh terimakasih banyak telah menjadi guru2 yg hebat, keren dan super.
Terima kasih.
Tere Liye
No comments