Kabar LDK

Artikel LDK

Catatan eLDeKa

Catatan Murobbi

Katagori Pilihan

galeri LDK

SECERCAH CAHAYA UNTUK HIJRAH


Oleh: S Susanti
Dinginnya malam menusuk hingga tulang sum-sum, aku duduk sendiri dengan balutan selimut tipis berwarna merah muda, diam mengingat sebuah pernyataan yang diucapkan seorang ustad saat aku mengikuti pengajian di masjid kampus sore tadi. Pernyataann tersebut adalah sebuah pernyataan yang mewajibkan seorang muslimah menutup rapat auratnya dengan berjilbab. Sebenarnya akupun sudah mengetahuinya sejak lama bahwa menutup aurat adalah kewajiban seorang muslimah, namun hal itu tak mudah direalisasikan. Bagiku menutup aurat bukanlah satu-satunya kebaikan yang menuntun manusia menuju surganya Allah, masih banyak kebaikan-kebaikan lain yang bisa mengantarkanku menuju surga.
Usia muda pasti tak jauh dari kata gaul, menurutku orang yang berjilbab itu tidak gaul, ya mirip dengan ibu-ibu pengajian gitu. Seperti anak muda pada umumnya, style fashion yang kukenakan adalah celana jeans yang ketat serta kaos pendek yang berwarna cerah dengan rambut lurus terurai. Sekelibat aku berniat ingin mengubah penampilan dengan berpakaian secara syar’i namun pakaian syar’i menyulitkanku untuk bebas bergaul dengan orang lain. Pengalaman-pengalaman yang ku temukan terutama di lingkungan kampus, orang-orang yang memakai jilbab besar dan kemana-mana selalu berkaos kaki (Auratnya tertutup rapat) seringkali ia dihindari oleh teman-temannya, sering kali ia diolok-olok “Eh, ada ibu-ibu pengajian”, “Mau dakwah dimana bu?” Olok-olok seperti itulah yang membuatku tak siap mengubah penampilan dengan menutup rapat auratku, pol-polnya penampilanku menutup aurat ya seperti mahasiswi pada umumnya yaitu dengan memakai celana  jeans yang ketat, baju panjang serta kerudung berwarna cerah yang transparan. Memang style seperti itu tidak sesuai dengan ajaran agama islam, namun hanya dengan style seperti itulah aku bebas bergaul dengan siapa saja tanpa adanya lirikan sinis menghampiri style fashion yang kukenakan. Sebagai mahasiswi yang aktif diberbagai pengembanganan diri yang ada di kampus, aku harus bisa menyesuaikan diri dengan orang-orang yang berada di pengembangan-pengembangan diri tersebut. Ketika aku mengikuti pengembangan diri karate maka styleku memakai baju karate dengan rambut diikat rapi dan tak lupa berlagak tomboy agar terlihat seperti wanita perkasa yang pandai berkelahi (berkelahi disini adalah bagaimana kita mempertahankan diri saat adanya suatu ancaman). Namun berbeda lagi dengan styleku pada saat mengikuti pengembangan diri teater, pada pengembangan diri ini styleku yaitu memakai celana jeans yang dipadukan dengan baju atasan yang terkesan mewah seperti artis-artis yang sering kulihat ditelevisi.
***
            Suatu ketika aku melilat brosur bertuliskan “Ikutilah competition modern dance yang diselenggarakan oleh BEM FISIP.” Sebagai pencinta dance mataku langsung terpaku pada selebaran yang ditempel di majalah dinding BEM FISIP itu. Aku beniat ingin berpartisipasi dalam kompetesi tersebut, berpartisipasi disini dengan cara mengikuti kompetisi dance itu,  namun ada sedikit kendala untuk bisa mengikuti kompetesi tersebut, kendalanya yaitu aku harus mempunyai grup dance yang minimal beranggotakan 5 orang. Demi tercapainya keinginanku untuk bisa mengikuti kompetesi dance tersebut, aku mencari tahu mahasiswa yang senang dengan dunia dance, dan akhirnya aku menemukan 4 orang kawan yang bersedia mengikuti kompetesi dance itu yang akhirnya genaplah menjadi 5 orang anggota yang siap meluncur ke acara competition modern dance. Dengan nama grup “The Fair” yang beranggotakan 5 orang. Kami berlatih agar bisa menjadi juara dalam kompetesi nanti.
***
            Tibalah saatnya kompetesi berlangsung, “The Fire” siap mengepakkan sayapnya dan menghipnotis seluruh penonton yang ada di dalam ruangan kompetesi tersebut. “Mari kita sambut, penampilan dari grup dance The Fire.” Teriak seorang MC yang memandu kompetesi dance pada saat itu. Kamipun dengan rasa percaya diri yang tinggi melenggang menuju area kompetesi dance. Performance kami disambut dengan tepuk tangan paling meriah dibandingkan tepuk tangan para penonton terhadap grup dance sebelum-sebelumnya. Dan tak disangka grup dance kami menjadi The Winner.
               “Astagfirulloh, ukhty, kenapa berpakaian seperti itu?” Seorang pemuda  mengagetkanku.
                “Kenapa? Ada masalah dengan pakaianku?”
            “Wajib bagi perempuan menutup auratnya, itu aurat ukhty. Sehelai rambutpun tak boleh terlihat oleh yang bukan muhrimnya apalagi berpakaian seperti itu dengan celana hotpan serta baju yang kurang bahan  menurutku tidak layak untuk kau kenakan.”
              “Sudahlah, ini hidupku, tak usahlah  kau atur-atur hidupku.”
            “Maaf, aku tak mengatur hidupmu ukhty, aku hanya ingin kau berubah  menjadi lebih  baik, hijablah dirimu dengan pakaian yang menutup aurat, hal itu akan lebih Allah sukai, dan Insya Allah wanita yang menutup rapat auratnya, berhaklah mereka menjadi penghuni surga”
           “hahaha...terimakasih BAPAK USTAD, atas ceramahnya. Besok aku taubat deh kalau udah tua, sekarang masih muda jadi masih banyak waktu   untuk bersenang-senang.
Pemuda itupun hengkang melenggang, tanpa memperdulikan apa yang aku katakan. “Kalau masalah taubat nanti saja lah, aku masih muda, masih lama aku hidup di dunia ini. Kalau sudah tua baru aku taubat.” Gerutu dalam hati.

***
            Tiba-tiba... Cling, (suara hp berbunyi) menandakan SMS masuk, saat ku buka SMS, ternyata SMS itu mengabarkan bahwa sahabatku meninggal. Air matapun menetes hingga membasahi Hp yang ku pegang. Hingga akhirnya ku tersadar bahwa maut itu tidak hanya datang pada orang-orang yang sudah tua, sahabatku yang umurnya masih muda saja  sudah meninggal. Sejenak ku terdiam dan merenung. Amal baik apa yang akan mengantarkanku menuju surga? Berpakaian saja belum syar’i. Bagaimana aku bisa masuk surga?.
            Kematian sahabatku seolah menyadarkan agar aku bisa menjalani hidup dengan sebaik-baiknya, karena kita tidak tahu kapan kita akan mati. Mulai saat itulah aku sering mengikuti kajian-kajian islami dan mencoba menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Suatu ketika aku mengikuti kajian yang bertemakan “Apa Itu Gaul?”, pemateri itu berjilbab besar tak lupa dengan manset tangan dan kaos kakipun ia kenakan, tapi tetap cantik tuh, jauh banget deh sama ibu-ibu pengajian yang sering dianggap kampungan oleh anak-anak remaja zaman sekarang (pokoknya enak dipandang). Dan ada hal yang membuatku malu yaitu sepenggal kalimat yang ia lontarkan  “Gaul itu tak harus menanggalkan jilbab, tapi cukup dengan otak yang cemerlang dan mau menutup aurat maka kamu akan berharga dimata manusia dan Allah.” Selama ini aku pikir berjilbab itu kuno dan tidak gaul, ternyata aku salah, berjilbab itu bisa tetap cantik, apalagi kalau pikiran dan hati kita bersih maka aura kecantikanpun akan terpancar indah. Mulai saat itu aku berniat ingin mengubah penampilan sesuai ajaran agama islam, namun masih ada kendala untuk merealisasikan niat itu, kendalanya adalah aku tak punya baju-baju dan jilbab yang syar’i, akan tetapi sungguh luar biasa tiba-tiba ada pertolongan Allah melalui saudara sepupuku yang memiliki konfeksi di luar kota, ia memberikan 10 pakaian gamis dan jilbab yang syar’i secara cuma-cuma, kalau dipikir-pikir mungkin itu adalah pertolongan Allah kepada orang yang berniat baik. Mulai saat itupun aku berhijrah untuk berpakaian sesuai syariat islam.

Ciamis, 28 April 2015



Sepotong Senyuman Termahal



Jika membaca judul di atas, apakah pikiran anda menuju pada senyuman khas para model papan atas? Jika ya dan jawaban tersebut anda gunakan untuk menerka siapa pemilik senyuman tersebut, berarti terkaan anda salah. Seyuman tersebut bukan milik para model, artis atau siapapun yang memiliki senyuman sekelas dengan senyuman Monalisa serta Lady Diana. Senyuman tersebut pernah dimiliki banyak orang. Kita pun kemungkinan besar pernah menjadi pemilik senyuman tersebut. Anda tidak percaya? Tulisan ini akan menghapus ketidakpercayaan anda dengan segera tanpa rekayasa.

Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia

Lirik lagu di atas begitu familiar di telinga kita. Lirik lagu tersebut tercipta bukan semata-mata untuk hiburan semata. Melainkan dibuat atas dasar kekaguman dan rasa terima kasih kepada para ibu yang begitu luar biasa. Kesabaran, keteduhan dan senyuman lembut serta kasih sayang milik para ibu sangatlah luar biasa. Tapi sayang, terkaan anda salah lagi jika anda menerka pemilik senyuman termahal adalah milik para ibu. Karena sesungguhnya senyuman para ibu nyaris tidak pernah benar-benar “dibeli” oleh anak-anaknya. Senyuman para ibu tersebut seringkali tidak sepenuhnya “dibeli” melalui usaha tulus dan kerja keras anak-anaknya. Sehingga muncullah perkataan dalam bahasa Sunda yang berbunyi “Harta kolot harta anak, harta anak lain harta kolot”. Perkataan tersebut bermakna bahwa orang tua mempertartuhkan segala apa yang dimiliki untuk anak-anaknya, tetapi mereka tidak ingin mengusik apa yang dimiliki anak-anaknya. Kalau begitu, siapa pemilik sepotong senyuman termahal sesungguhnya?  
Para bayi-lah yang menjadi pemilik senyuman termahal. Senyuman-senyuman mereka “dibeli” dengan harga kasih sayang yang besar, harga yang sulit ditentukan karena tak ternilai harganya. Senyuman-senyuman itu juga dibeli dengan pengorbanan yang besar, jam-jam tidur yang banyak berkurang dan segala macam usaha lainnya yang benar-benar diberikan secara tulus oleh para ibu yang penuh cinta. Kita bayangkan saja, jika kasih sayang dan segala hal yang diberikan para ibu kepada buah hatinya memiliki harga yang tetap dan diuangkan, harus berapa banyakkah uang yang dikeluarkan untuk membelinya? Apalagi jika ada ibu yang meminta bayaran kontan. Sedangkan jumlah yang diberikan oleh para ibu sangatlah banyak. Tapi, bersyukurlah. Semua hal tersebut terbayar lunas hanya dengan sepotong senyuman dari buah hati yang mungil, bayi yang polos dan belum bisa banyak berbuat. Secara ajaib sepotong senyuman tersebut menyulap lelah menjadi kebahagiaan. Secara otomatis pula, seluruh kerja keras para ibu terbayar lunas dengan senyuman yang mereka idam-idamkan. Maka, melalui tulisan ini saya mengajak sahabat-sahabat semua untuk terus berbakti kepada orang tua kita semua, terutama kepada ibu yang berani “membeli” sepotong senyuman kita dengan perjuangan, kasih sayang dan segala hal tentangnya yang tak ternilai harganya. Wallohu a’lam bishshowab.

Identitas Penulis :

ANNISA NUR AZIZAH
MAHASISWI PRODI BAHASA INGGRIS
FKIP – UNIVERSITAS GALUH
ukhtiannisanurazizah@yahoo.com

Rahasia Besar


Pernah dimuat di Kolom Percikan HU Kabar Periangan

Nyaris setiap orang pernah bepergian dengan menggunakan angkutan umum, baik bus, angkot atau jenis kendaraan umum lainnya.  Berpergian dengan menggunakan angkutan umum memang memberikan sensasi tersendiri dibanding dengan menggunakan mobil pribadi. Apalagi bagi orang-orang yang setiap hari harus bepergian dengan kendaraan tersebut. Adakalanya mereka menjadi begitu familar dimata para supir dan kernet. Ada pula yang hafal benar jadwal-jadwal angkutan umum tertentu yang melewati halte setiap harinya. Bahkan, ada yang menjadi langganan angkutan umum tertentu secara tidak sengaja dan dikenali sang supir karena setiap hari, di jam yang sama, serta di tempat yang sama selalu siap berdiri di pinggir jalan untuk bepergian dengan menggunakan angkutan umum.
Dibalik keunikan-keunikan tersebut, sudah menjadi rahasia umum pula bahwa kehidupan para supir dan kernet tidaklah mudah. Mulai dari rebutan penumpang, perkelahian antar supir atau kernet, kelangkaan penumpang di jam tertentu, kendala cuaca, hingga resiko-resiko keselamatan kerja menjadi bayang-bayang hitam di hadapan mereka. Tidak jarang mereka hanya mengangkut beberapa orang penumpang saja selama perjalan. Sehingga mereka tidak mendapat untung sama sekali. Padahal, di rumah, anak-anak dan istri mereka tengah menunggu untuk dinafkahi.
Mungkin, dari hal-hal seperti itulah orang-orang dengan pekerjaan sebagai supir atau kernet angkutan umum adakalanya dianggap kurang begitu positif, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Padahal, kenyataannya tidak seperti itu. Sungguh, orang-orang dengan pekerjaan sebagai supir atau kernet pun adalah pekerjaan yang mulia. Mereka memfasilitasi orang-orang yang akan pergi ke sekolah atau kampus untuk mencari ilmu, orang-orang yang pergi berkerja untuk menafkahi keluarga, juga ibu-ibu yang pergi ke pasar untuk berdagang atau membeli kebutuhan rumah tangga dan lain-lain. Keuntungan yang mereka dapatkan pun digunakan untuk menafkahi keluarga.
Meskipun banyak orang menganggap orang-orang dengan pekerjaan sebagai supir dan kernet identik dengan dunia yang kurang bersahabat, tapi bukan berarti tidak ada kebaikan sama sekali di dalamnya. Hal itu terbukti dengan adanya para supir dan kernet yang memiliki ketenangan batin yang tampak sepanjang perjalanan mereka mencari nafkah. Mereka tampak lebih tenang dibanding orang-orang yang jauh lebih kaya dari mereka, sekalipun mungkin mereka memiliki beban yang banyak pula. Kalau begitu, rahasia besar apa yang mereka miliki sehingga mereka bisa seperti itu? Jawabannya ada pada keteguhan mereka untuk tetap jujur, berlaku ramah dan sopan kepada penumpang, keikhlasan dan tidak meninggalkan sholat serta niat lurus mereka untuk beribadah. Maka, Allah swt. memberikan keberkahan bagi mereka : Kecukupan meski dengan jumlah harta yang tidak begitu melimpah, memasangkan mereka dengan mobil yang menarik hati penumpang, mencocokkan jam kerja mereka dengan jam kerja para penumpang dan contoh lainnya. Intinya, pandangan manusia tidak akan menutup keberkahan dan kasih sayangNya kepada kita selama kita tetap berada di jalan yang diridhoiNya.


Identitas Penulis :

ANNISA NUR AZIZAH
MAHASISWI PRODI BAHASA INGGRIS
ANGGOTA CLUB SASTRA UKM LDK RAUDLATUL MUTTAQIN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

Teruntuk Para Penjejak Dakwah


Oleh: Prito Windiarto

Tadi siang, saat pembukuan surat-menyurat,  sisi melankolis itu kembali menyapa. Pam… Begitu cepatnya waktu berlalu, berjalan meninggalkan hari-hari. Padahal serasa  baru kemarin tampil lipsinch di pentas Bamba. Padahal serasa baru sore kemarin syuro pertama kepengurusan baru. Ah, padahal serasa baru seminggu lalu, dan kini MUMAS menyapa kembali. Mumas XIV. Ya. He is back. Membawa harapan baru regenerasi, segaligus membawa sendu perpisahan.
Mumas ini, secara tersurat adalah ujung batas pengabdian kakak-kakak tingkat 4 dalam kepengurusan. Statuta menggariskan demikian.
         
 Ya. Perjalanan resmi itu berhenti di Mumas ini. Tapi tentu saja perjalanan sejatinya takkan terhenti. Ini bukan akhir. Selayak petuah terakhir Ustadz Abduh Yazid (mudir DH dulu), “Anak-nak, ini bukan akhir perjuangan, ini justru tonggak awal menuju gelanggang kehidupan yang senyatanya. Kalian naik level menuju uji yang lebih tinggi.”
Aku yakin, dengan keyakinan penuh. Kakak-kakaku ini takkan pernah meninggalkan kami seharfiah kata perpisahan. Mereka akan selalu di sini. Dalam dekap ukhuwah. Dalam tali persaudaraan yang tak pernah punya aturan pemutusan.
          Aku tahu, jikapun esok lusa antum menjauh dari Galuh. Bertebar ke pelosok negeri. Hati antum selalu tertaut di sini. Aku yakin LDK selalu ‘istimewa di hati’. I belive it. Takkan ada yang berubah –selain sekedar perubahan status-, hangatnya nasihat, lembutnya bimbingan akan selalu mengiring kami.
Lewat tulisan sederhana ini, saya, mewakili yang lain, izinkan kami berucap terima kasih, menghatur ribuan maaf. Atas segala pengorbanan, atas doa-doa. Atas banyak hal yang antum berikan.
Sungguh. Kami tak punya apapun yang bisa diberikan untuk membalas, selain doa-doa, selain khusyu syukur, jazakumullah khoiron katsiron. Allah-lah sebaik-baik pemberi balasan.
Terima kasih.
Hening!



*Aduh. Afwan, entah kenapa ana tidak bisa berpanjang kata. Kelu. Secara pribadi ana memohon maaf jika sering merepotkan antum. Terima kasih atas teladan, berjuang hingga batas yang memisahkan. Sungguh terima kasih. Semoga keberkahan menaungi kita semua.

Teruntuk kakak-kakak terhebatku, para penjejak dakwah : Akh Iwan Subhan, Teh Afnita M. Kang Rahmat S. Akh Agus Sutisna. Akh Lutfi F.A.  Kang Yoga L. Teh Karomah. The Evi. The EA. Kang Awan. Kang Gunawan. And more other….
Innallaha Ma’ana. Kita lewati suka duka, karena kita saudara. Allah yubarik Fikum. Maa najah Forever

UMARKU


UMARKU
Nisa Nurrahmawati*

Usia kita memang berbeda, tapi aku akui engkau lebih bijak dan dewasa, meskipun terkadang egois dan perfectionis. Saat itu aku menjadi panitia BAMBA (Bimbingan Akademik Mahasiswa Baru) di HIMA (Himpunan Mahasiswa) Akuntansi aku membuka acara perkenalan panitia dengan membaca kitabNya, di deretan para peserta kau menjadi salah satunya. Entah mengapa kau begitu menarik perhatianku. Itulah awal pertama kali kita bertemu..

Tak pernah terbayangkan aku akan begitu mencintaimu, menyayangimu, dan ingin selalu bersama dengan mu dalam setiap langkah-langkahku. Padahal aku sempat membencimu di awal pertemuan kita. Tapi entah sejak kapan aku begitu dekat dan nyaman bersamamu.

Meskipun engkau adik tingkatku di Fakultas tapi saat kita bersama, menjalani agenda-agenda dakwah kita rasanya aku yang menjadi adikmu..
Kau senantiasa menasehati dan membimbingku meskipun caramu itu tidak lemah lembut seperti yang lain. Tapi... itulah cintamu
Kau menguatkanku di saat yang lain pergi menjauh..
Kau menceritakan permasalahanmu padahal aku tak pernah memberi solusi yang tepat.
Dan aku bahagia. Ketika kau terluka, kau bersedia kurawat dengan alakadarnya.

Kisah kita aneh memang. jika orang lain saling mencintai karena pasangannya romantis, karena mereka cocok, karena mereka nyambung, karena mereka satu kosan,  dll. kita tidak demikian.
Bukankah rasa cinta tidak harus selalu di ungkapkan dengan kata-kata atau puisi yang romantis?!

Sebagaimana Khalifah Umar bin khatab mengungkapkan rasa cintanya pada Rosululloh dengan kata "Ya Rosululloh izinkan aku memenggal kepalanya!". Bagiku kita pun demikian...

Umar..
Tahukah kau?
Aku rasa kau sudah tahu...

Aku menyayangi mu...
Meskipun kau sering bertingkah yang membuatku tak mengerti...

Aku Mencintaimu...
Meskipun aku tak bisa sepenuhnya memahamimu...

Aku tetap mencinta mu...
Meskipun kau tak penah mengungkapkan perasaanmu dan mengucapkan kata-kata atau puisi romantis untukku

Dan aku masih menyayangimu..
Meskipun suatu saat kau meninggalkanku..

Karena, I Love You Because Of Alloh wahai Umarku..
*Ketua Keputrian LDK RM

Catatan: Nurul i. Permasih


Entah dapat inspirasi dari mana. semoga mendapatkan hikmahnya!


"Tetap istiqomah, Ukhti… Selamat berjuang. Semoga Allah menyertai anti.”
Sender : Ikhwan +62813xxx

Senyum timbul dari cakrawalanya dengan malu-malu. Serasa ada hangat menyelusup dada dan membuat jantung berdegup lebih cepat. Otaknya pun sekejap bertanya, “Ada apa?”, “Sungguh, bukan apa-apa. Aku hanya senang karena ada saudara yang menyemangatiku.” Si akhwat menyangkal hatinya cepat-cepat. Dan ia ...bergegas meninggalkan kamarnya, ada dauroh.
  Ya, hanya untuk dia kita tulis the Pinkest Short Massage Services. Sms-sms paling merah muda.
Ia berlari sambil membawa sekeping rasa bahagia membaca sms tadi yang sebagian besar bukan karena isinya, melainkan karena nama pengirimnya.

“Ana lagi di bundaran HI, Ukhti. Doakan kami bisa memperjuangkan ini.” Sender : Ikhwan +62813xxx

Untuk apa dia memberitahukan ini padaku. Bukankah banyak ikhwan atau akhwat lain? Nada protes bergema di benaknya. Tapi di suatu tempat, entah di mana ada derak-derak yang berhembus lalu. Derak samar bangga menjadi perempuan yang terpilih yang di-sms-nya. Pagi itu, handphone kesayangannya berbunyi.

“Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih memberi arti.” Dada membuncah hampir meledak bahagia. “Dia bahkan ingat hari lahirku!” Dibacanya dengan berbunga-bunga. Tapi pengirimnya… Sender : Akhwat +62813xxx Senyum tergurat memudar.

Tarikan napas panjang. Kecewa, bukan dari dia. Ringtone-nya berbunyi lagi.

“Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih memberi arti.” Sender : Ikhwan +62813xxx

Dia! Semburat jingga pagi jadi lebih indah berlipat kali. Senyumnya mengembang lagi. Dan bunga-bunga itu mekar-lah pula.

Cerita di atas tadi selurik gerak hati seorang akhwat di negeri antah berantah yang sangat dekat dengan kita. Gerak hati yang mungkin pernah bersemayam di dada kita juga. Bisa jadi kita mengangguk-angguk tertawa kecil atau berceletuk pelan, “Seperti aku nih,” saat membacanya. Hayo… ngaku! Hee…

Mari kita cermati fragmen terakhir dari cerita tadi. Kalimat sms keduanya persis sama, yang intinya mengucapkan dan mendoakan atas hari lahir (mungkin mencontek dari sumber yang sama hehe…). Sms sama tapi berhasil menimbulkan rasa yang jelas berbeda. Karena memang ternyata lebih berarti bagi si akhwat adalah pengirimnya, bukan apa yang dikatakannya.

Namun sebenarnya, apakah Allah membedakan doa laki-laki dan perempuan? Mengapa menjadi lebih bahagia saat si Gagah yang mendoakan? Semoga selain mengangguk-angguk dan tertawa kecil, kita juga berani memandang dari sudut pandang orang ketiga. Dengan memandang tanpa melibatkan rasa (atau nafsu?), kita akan bisa berpikir dengan cita rasa lebih bermakna.

Konon, cerita tadi terus berlanjut.

Suatu hari yang cerah, sang akhwat mendapat kiriman dari si ikhwan itu. Sebuah kartu biru yang sangat cantik. Tapi sayang, isinya tidak secantik itu. Menghancurkan hati akhwat menjadi berkeping-keping tak berbentuk lagi. Kartu biru itu adalah kartu undangan pernikahan si ikhwan. Dengan akhwat lain, tentu saja. Berbagai Tanya ditelannya. Mengapa dia menikah dengan akhwat lain? Bukankah dia sering mengirim sms padaku? Bukankah dia sering me-miscall ku untuk qiyamull lail? Bukankah dia ingat hari lahirku? Bukankah dia suka padaku? Mengapa…mengapa…

Dan air mata berjatuhan di atas bantal yang diam. Teman, jangan bilang, ya… dia hanya tidak tahu, ikhwan itu juga mengirimkan sms, miscall, mengucapkan selamat hari lahir dan bersikap yang sama ke berpuluh akhwat lainnya! Ironis. Sedih, tapi menggelikan, menggelikan tapi menyedihkan. Sekarang siapa yang bisa disalahkan? Akhwat memang seyogiyanya menyadari dari awal, sms-sms yang terasa indah itu bukan tanda ikatan yang punya kekuatan apa-apa. Siapa yang menjamin bahwa ikhwan itu ingin menikahinya? Bila ia berharap, maka harapanlah yang akan menyuarakan penderitaan itu lebih nyaring. Tetapi para ikhwan juga tak bisa lari dari tanggung jawab ini. Allau’alam apapun niatnya, semurni apapun itu, ingatlah, sms melibatkan dua orang, pengirim dan penerima. Putih si pengirim, tak menjamin putihnya juga si penerima. Bisa jadi ia akan berwarna merah muda. Merah muda di suatu tempat di hati atau menjadi rona di pipi yang tak akan bisa disembunyikan di depan Allah. Bagi perempuan, sms-sms dan bentuk perhatian sejenis dari laki-laki bisa menimbulkan rasa yang sama bentuknya dengan senyuman, kedipan menggoda, dan daya tarik fisik perempuan lainnya bagi laki-laki. Menimbulkan sensasi yang sama.

Ketika perempuan bertanya berbagai masalah pribadinya padamu, seringkali bukan solusi yang ingin dicari utamanya. Melainkan dirimu. Ya, sebenarnya perempuan ingin tahu pendapatmu tentang dia, apakah dirimu memperhatikannya, bagaimana caramu memandang dirinya. Dirimu, dirimu, dan dirimu… dan kami –kaum hawa- sayangnya, juga memiliki percaya diri yang berlebihan, atau bisa dibahasakan lain dengan ‘mudah Ge-Er’. Jadi, tolong hati-hati dengan perhatianmu itu.

Paling menyedihkan saat ada seorang aktivis yang tiba-tiba berkembang gerak dakwahnya atau semangat qiyamul lailnya karena terkait satu nama. Naudzubillah tsumma naudzubillah. Ketika kita menyandingkan niat tidak karena Allah semata, maka apalah harganya! Apa harganya berpeluh-payah bukan karena Dia, tapi karena dia. Seseorang yang sama sekali bukan apa-apa, lemah seperti manusia lainnya.

Laki-laki dan wanita diciptakan berbeda bukan saling memusuhi, bukan juga saling bercampur tak bertepi, tapi semestinya saling menjaga diri. Secara fisik, emosional, atau kedua-duanya. SMS tampak aman dari pandangan orang lain, hubungan itu tak terlihat mata. Tapi wahai, syetan semakin menyukainya. Mereka berbaris di antara dua handphone itu. Maka dimanapun mereka berada, syaitan tetaplah musuh yang nyata!

Wahai akhwat, bila kau menginginkan sms-sms itu, tengoklah inbox-mu. Bukankah disana tersusun dengan manis sms-sms dari saudarimu. Saudari-saudarimu yang dengan begitu banyak aktivitas, amanah, kelelahan, dan kesedihan yang sangat memerlukan perhatianmu. Juga begitu banyak teman-temanmu yang belum mengenal Islam menunggu kau bawakan sms-sms cahaya untuk mereka.

Ada saatnya. Ya, ada saatnya nanti handphone kita dihiasi sms-sms romantis. Sms-sms yang walaupun hurufnya berwarna hitam semua, tapi tetap bernadakan merah muda. Untuk seseorang dan dari seseorang yang sudah dihalalkan kita berbagi hidup, dan segala kata cinta di alam semesta. Cinta yang bermuara pada penciptaNya. Cinta dalam Cinta. Bersabarlah untuk indah itu.

“Ummi, abi lagi ngisi ta’lim di kampus pelangi. Di depan abi ada beribu bidadari-bidadari berjilbab rapi, tapi tak ada yang secantik bidadariku di istana Baiti Jannati. Miss u my sweety.”

“Abi, yang teguh ya, pangeranku…rumah ini terasa gersang tanpa teduh wajahmu. Luv ya”

#Wow... ^_^ luar biasa !!!

Bukan Akhir Segalanya



Oleh: Prito Windiarto*

Euforia. Rasa  itu baru saja menghampiri adik-adik SMA yang lulus Ujian Nasional (UN). Kegembiraan yang  kadang diluapkan  secara berlebihan, mencoret-coreti seragam sekolah, ugal-ugalan di jalan contohnya. Namun sayangnya  setelah  kegembiraan itu, berhari kemudian adik-adik kita dilanda kecemasan.  Bagaimana masa depan kami kelak setelah lulus? Melanjutkan kuliah, bekerja?
            . Bagi yang kurang memiliki biaya, bekerja adalah pilihan yang logis. Sedangkan bagi mereka yang orang tuanya memiliki biaya, kuliah adalah salah satu alternative yang menjanjikan. Mengingat persaingan kerja yang teramat ketat dewasa ini. Bagi yang diberi kesempatan kuliahpun larik tanya masih bersisa. Kuliah di mana? Jurusan apa? Bisa masuk Perguruan tinggi negeri  atau tidak ya? Pertanyaan yang menggelisahkan.
            Pada akhirnya satu pilihan tempat kuliah dengan jurusannya ditentukan, si calon mahasiswa. Ia bersiap mengikuti tes masuk. Biasanya jurusan yang dipilih adalah jurusan favoritnya. Dan beruntunglah ia jika ternyata diterima di jurusan yang dimaksud. Nahas jika ternyata ia tak diterima di jurusan tersebut. Akhirnya, dengan dalih, dari pada tidak kuliah, orang tua atau bisa jadi si calon mahasiswa itu sendiri mendaftarkan  diri di Perguruan tinggi dan jurusan yang bukan idamannya. Jauh di lubuk hatinya ada penyesalan yang menggelayut. Kesemangatan yang menurun.
            Kondisi ini tentu saja memprihatinkan. Tapi itu tak layak menjadi alasan seseorang berputus asa. Saya teringat sebuah buku karya Bambang Trim. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa seharusnya orang yang tidak masuk kuliah di jurusan idamannya berbahagia, kenapa?  Karena ia akan mendapatkan dua keuntungan. Pertama ia menguasai ilmu yang dipelajarinya di bangku kuliah (meski bukan ilmu favoritnya). Sekaligus menguasai ilmu yang difavoritkannya secara otodidak. Biasanya orang yang memfavoritkan suatu ilmu akan bersemangat mempelajarinya.
            Intinya, ketika suatu saat adik-adik tidak diterima di jurusan favorit. Jangan berlarut dalam penyesalan. Percayalah, itu bukan akhir dari segalanya. Pelajari ilmu di bangku kuliah dengan sungguh-sungguh, di samping juga belajar secara otodidak ilmu yang digemari. Dan kesuksesanpun akan diraih. InsyaAllah. Percayalah.


Mahasiswa Diksatrasia Universitas Galuh. Santri Ponpes Arrahmaniyyah, Ciamis.

*Artikel pendek ini ditulis sebulan yang lalu, bisa jadi nggak up to date. Tapi semoga ada hikmah  yang bisa direguk. Termasuk meyakinkan diri atas pilihan jurusan yang sudah kadeng dipilih.
Select Menu