Kabar LDK
Artikel LDK
Catatan eLDeKa
Catatan Murobbi
galeri LDK
Kunci Hidup Tenang dan Tentram
Posted by: Prito Windiarto Posted date: 21:57 / comment : 0 Catatan Murobbi
Kunci hidup tenang dan tentram ala Ust. Umung Anwar Sanusi, L.c
1. mulailah dengan bismillah
2. syukur
3. berfikir positif
4. berorientasi akhirat
5. berfikir dan berdo'a
6. bercermin
7. komitmen dan istiqomah
Adakah Agama Selain Islam?
Posted by: Unknown Posted date: 21:36 / comment : 0 Catatan Murobbi
Oleh: Fauzil Adhim
Suatu ketika seorang guru bertanya setengah mengeluh. Ia sudah berusaha menjadi guru yang baik dan senantiasa melindungi aqidah anaknya agar tak terkotori oleh hal-hal yang merusak. Kepada murid-muridnya –sebagaimana kepada anaknya sendiri—ia selalu menunjukkan bahwa di dunia ini hanya ada satu agama. Kebetulan ia menjadi kepala sekolah, sehingga "idealismenya" bisa diwujudkan lebih leluasa. Setiap kali ada hari libur keagamaan non Islam, sekolah tetap masuk dan guru tidak boleh menginformasikan yang sesungguhnya. Guru hanya boleh menginformasikan kepada murid dengan satu ungkapan: "hari libur nasional". Apa pun liburnya!
Sungguh, sebuah usaha yang serius!
Hasilnya, anak-anak tidak mengenal perbedaan semenjak awal. Dan inilah awal persoalan itu. Suatu ketika anaknya bertemu dengan anak rekannya yang non muslim. Begitu tahu anak itu bukan muslim, anaknya segera bertindak agresif. Anaknya menyerang dengan kata-kata yang tidak patut sehingga anak rekannya menangis. Peristiwa ini menyebabkan ia merasa risau, apa betul sikap anaknya yang seperti itu.
Tetapi ini belum seberapa. Ada peristiwa lain yang lebih memilukan. Saya tidak tahu apa yang selama ini ia ajarkan kepada murid-muridnya di sekolah. Tapi suatu hari salah seorang muridnya mengalami peristiwa "mencengangkan". Ia berjumpa seorang non muslim, yang akhlaknya yang sangat baik. Sesuatu yang tak pernah terduga sebelumnya, sehingga menimbulkan kesan mendalam bahwa ada agama selain Islam dan agama itu baik karena orangnya sangat baik.
Apa yang bisa kita petik dari kejadian ini? Semangat saja tidak cukup. Mendidik tanpa semangat memang membuat ucapan-ucapan kita kering tanpa makna. Tetapi keinginan besar menjaga aqidah anak tanpa memahami bagaimana seharusnya melakukan tarbiyah, justru bisa membahayakan. Alih-alih menumbuhkan kecintaan pada agama, justru membuat anak terperangah ketika mendapati pengalaman yang berbeda. Beruntung kalau anak mengkomunikasikan, kita bisa meluruskan segera. Kalau tidak? Kekeliruan berpikir itu bisa terbawa ke masa-masa berikutnya hingga ia dewasa.Na'udzubillahi min dzaalik.
Hanya Islam yang Allah Ridhai
Apa yang harus kita lakukan agar anak-anak bangga dengan agamanya sehingga ia akan belajar meyakini dengan sungguh-sungguh? Tunjukkan kepadanya kesempurnaan agama ini. Yakinkan kepada mereka bahwa inilah agama yang paling benar melalui pembuktian yang cerdas. Sesudah melakukan pembuktian, kita ajarkan kepada mereka untuk percaya pada yang ghaib dan menggerakkan jiwa mereka untuk berbuat baik. Hanya dengan meyakini bahwa agamanya yang benar, mereka akan belajar bertoleransi secara tepat terhadap pemeluk agama lain. Tentang ini, silakan baca kembali kolom parenting bertajuk Ajarkan Jihad Sejak Dini yang saya tulis di buku Positive Parenting.
Ajarkan dengan penuh percaya diri firman Allah Ta'ala yang terakhir dalam urusan 'aqidah:
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير الله به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أكل السبع إلا ما ذكيتم وما ذبح على النصب وأن تستقسموا بالأزلام ذلكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فلا تخشوهم واخشون اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا فمن اضطر في مخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفور رحيم
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telahKusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telahKu-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Maa'idah, 5: 3).
Melalui penjelasan yang terang dan mantap, anak mengetahui bahwa agama di dunia ini banyak jumlahnya, tetapi hanya satu yang Allah Ta'ala ridhai. Baik orangtua maupun guru perlu menunjukkan kepada anak sejarah agama-agama sehingga anak bisa memahami mengapa hanya Islam yang layak diyakini dan tidak ada keraguan di dalamnya. Jika anak tidak memahami proses terjadinya penyimpangan agama-agama di dunia, mereka dapat mengalami kebingungan mengapa hanya Islam yang Allah ridhai. Pada gilirannya, ini bisa menggiring anak-anak untuk secara pelahan menganggap semua agama benar. Apalagi jika orangtua atau guru salah menerjemahkan. Beberapa kali saya mendengar penjelasan yang mengatakan Islam sebagai agama yang paling diridhai Allah. Maksudnya baik, ingin menunjukkan bahwa Islam yang paling sempurna, tetapi berbahaya bagi persepsi dan pemahaman anak. Jika Islam yang paling diridhai Allah, maka ada agama lain yang diridhai dengan tingkat keridhaan yang berbeda-beda. Ini efek yang bisa muncul pada persepsi anak.
Kita perlu memperlihatkan pluralitas pada anak bahwa memang banyak agama di dunia ini, sehingga kita bisa menunjukkan betapa sempurnanya Islam. Mereka menerima pluralitas (kemajemukan) agama dan bersikap secara tepat sebagaimana tuntunan Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam. Tetapi bukan pluralisme yang memandang semua agama sama.
Berislam dengan Bangga
Setelah anak meyakini bahwa Islam agama yang sempurna dan satu-satunya yang diridhai oleh Allah'Azza wa Jalla, kita perlu menguatkan mereka dengan beberapa hal. Pertama, kita bangkitkan kebanggaan menjadi muslim di dada mereka. Semenjak awal kita tumbuhkan kepercayaan diri yang kuat dan harga diri sebagai seorang muslim, sehingga mereka memiliki kebanggaan yang besar terhadap agamanya. Mereka berani menunjukkan identitasnya sebagai seorang muslim dengan penuh percaya diri, "Isyhadu bi anna muslimun. Saksikanlah bahwa aku seorang muslim!"
Mereka berani menunjukkan keislamannya dengan penuh rasa bangga. Tidak takut dicela. Tidak khawatir direndahkan.
Kedua, kita biasakan mereka untuk memperlihatkan identitasnya sebagai muslim, baik yang bersifat fisik, mental dan cara berpikir. Inilah yang sekarang ini rasanya perlu kita gali lebih jauh dari khazanah Islam; bukan untuk menemukan sesuatu yang baru, tetapi untuk menemukan apa yang sudah pada generasi terdahulu yang berasal dari didikan Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam dan sekarang nyaris tak kita temukan pada sosok kaum muslimin di zaman ini.
Ketiga, kita bangkitkan pada diri mereka al-wala' wal bara' sehingga memperkuat percaya diri mereka. Apabila mereka berjalan, ajarkanlah untuk tidak menepi dan menyingkir karena grogi hanya karena berpapasan dengan orang-orang kafir yang sedang berjalan dari arah lain. Kita tidak bersikap arogan. Kita hanya menunjukkan percaya diri kita, sehingga tidak menyingkir karena gemetar.
Sikap ini sangat perlu kita tumbuhkan agar kelak mereka sanggup bersikap tegas terhadap orang-orang kafir dan lembut terhadap orang-orang yang beriman. Ingatlah ketika Allah Ta'ala berfirman:
يا أيها الذين آمنوا من يرتد منكم عن دينه فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه أذلة على المؤمنين أعزة على الكافرين يجاهدون في سبيل الله ولا يخافون لومة لآئم ذلك فضل الله يؤتيه من يشاء والله واسع عليم
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Maa'idah, 5: 54).
Nah.
Berislam dengan Ihsan
Jika percaya diri sudah tumbuh, kita ajarkan kepada mereka sikap ihsan. Kita tunjukkan kepada anak-anak itu bagaimana seorang mukmin dapat dilihat dari kemuliaan akhlak dan lembutnya sikap. Ada saat untuk tegas, ada saat untuk bersikap menyejukkan. Bukan untuk menyenangkan hati orang-orang kafir dikarenakan hati yang lemah dan diri yang tak berdaya, tetapi karena memuliakan tuntunan Allah dan rasul-Nya. Bukankah Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam berdiri menghormat ketika jenazah orang kafir diantar ke tanah pekuburan? Bukankah Shalahuddin Al-Ayyubi, salah seorang panglima yang disegani dalam sejarah Islam, memperlakukan musuh-musuhnya dengan baik dan penuh kasih-sayang ketika musuh sudah tidak berdaya?
Pada saatnya, kita ajarkan kepada mereka untuk menghormati hak-hak tetangga, muslim maupun kafir. Kita tunjukkan kepada mereka hak-hak tetangga beserta prioritasnya, mana yang harus didahulukan. Ada tetangga yang dekat pintunya dengan rumah kita, ada pula yang jauh; ada tetangga yang masih memiliki hubungan keluarga, ada pula yang orang lain sama sekali; serta ada tetangga muslim, ada pula yang kafir. Masing-masing memiliki hak yang berbeda-beda.
Dorongan untuk Berdakwah
Ada anak yang menjadi sumber pengaruh, ada yang lebih sering terpengaruh. Anak-anak yang mengarahkan teman-temannya dan menjadi inspirasi bagi dalam berbuat, baik negatif maupun positif, ditandai dengan karakter yang kuat dan menonjol. Umumnya anak-anak yang menjadi sumber pengaruh lebih sedikit jumlahnya. Mereka biasanya bersikap proaktif dalam berpendapat, selalu berusaha meyakinkan temannya, berbicara dengan mantap serta memiliki percaya diri yang tinggi.
Agar anak-anak itu memiliki percaya diri yang lebih kuat lagi sebagai seorang muslim, kita perlu tanamkan dorongan untuk menyampaikan kebenaran serta mengajak orang lain pada kebenaran. Ini sangat penting untuk menjaga anak dari kebingungan terhadap masalah keimanan dan syari'at. Tidak jarang anak mempertanyakan, bahkan mengenai sesama muslim yang tidak melaksanakan sebagai syari'at Islam. Misalnya mengapa ada yang tidak pakai jilbab.
Melalui dorongan agar mereka menjadi penyampai kebenaran, insya-Allah kebingungan itu hilang dan berubah menjadi kemantapan serta percaya diri yang tinggi. Pada diri mereka ada semacam perasaan bahwa ada tugas untuk mengingatkan dan menyelamatkan. Ini sangat berpengaruh terhadap citra dirinya kelak, dan pada gilirannya mempengaruhi konsep diri, penerimaan diri, percaya diri dan orientasi hidup.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Bincang Sederhana tentang Ikhlas
Posted by: Unknown Posted date: 16:16 / comment : 0 Catatan Murobbi
Meraih Barakah Keluarga
Posted by: Unknown Posted date: 16:12 / comment : 0 Catatan Murobbi
Albert Tak Pernah Kembali
Posted by: Unknown Posted date: 16:07 / comment : 0 Catatan Murobbi
Mulainya dari Adab
Posted by: Unknown Posted date: 16:05 / comment : 0 Catatan Murobbi
Mencintai Penanda Dosa
Posted by: Unknown Posted date: 13:50 / comment : 0 Catatan Murobbi
“Ah, surga masih jauh.”
Setelah bertaburnya kisah kebajikan, izinkan kali ini saya justru mengajak untuk menggumamkan keluh syahdu itu dengan belajar dari jiwa pendosa. Jiwa yang pernah gagal dalam ujian kehidupan dariNya. Mengapa tidak? Bukankah Al Quran juga mengisahkan orang-orang gagal dan pendosa yang berhasil melesatkan dirinya jadi pribadi paling mulia?
Musa pernah membunuh orang. Yunus bahkan sempat lari dari tugas risalah yang seharusnya dia emban. Adam juga. Dia gagal dalam ujian untuk tak mendekat pada pohon yang diharamkan baginya. Tapi doa sesalnya diabadikan Al Quran. Kita membacanya penuh takjub dan khusyu’. “Rabb Pencipta kami, telah kami aniaya diri sendiri. Andai Kau tak sudi mengampuni dan menyayangi, niscaya jadilah kami termasuk mereka yang rugi-rugi.” Mereka pernah menjadi jiwa pendosa, tetapi sikap terbaik memuliakan kelanjutan sejarahnya.
Kini izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan berupaya memperbaiki diri umumnya tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat adalah untuk mencintai penanda dosanya?
Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai penanda dosanya.
“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.
“Ah, surga masih jauh.”
Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.
Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.
Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.
“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”
“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”
“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”
Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”
Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.
Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.
“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”
Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.
“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.
“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”
“SubhanaLlah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.
“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”
“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan.
Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Allah, jadikan wanita ini semulia Maryam. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim.
Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.”
Copyright By :
-salim a. fillah, www.safillah.co.cc-
Kultwit Salim A. Fillah tentang Jodoh
Posted by: Unknown Posted date: 21:29 / comment : 0 Catatan Murobbi
Ketaatan Betepuk Sebelah Tangan
Posted by: Unknown Posted date: 10:44 / comment : 0 Catatan Murobbi
The Beauty of Mahakam River
Posted by: Unknown Posted date: 10:38 / comment : 0 Catatan Murobbi
Oleh: Naylis El Farihah
Dengan note ini, diri ini sekaligus memohon maaf karena telah telat sekali memenuhi ‘janji’ kepada seorang sahabat untuk menceritakan pengalaman mengunjungi pulau terbesar ketiga di dunia ini. Ya... pulau ini berada dalam wilayah negara tercinta kita Indonesia. Pulau Borneo dengan segala pesona keindahan alamnya yang sayang sekali jika dilewatkan begitu saja oleh para pelancongnya.
Ramadhan tiga tahun yang lalu, aku diberi kesempatan oleh Allah untuk mengunjungi pulau kalimantan ini, tepatnya ke Kalimantan Timur dan memang propinsi ini dilewati oleh sungai terpanjang ke dua di Indonesia, yang tak lain adalah sungai Mahakam.
Sesungguhnya memang sulit menggambarkan pesona keindahan sungai mahakam apalagi diriku ini hanyalah seorang mahasiswi biasa yang belum mahir merangkai kata menjadi ungkapan kalimat penuh sastra yang indah untuk dinikmati para pecinta sastra tentunya. Namun tak ada salahnya untuk mencobanya disini, bukankah jika kita tidak mencobanya sama sekali adalah bukti bahwa kita seorang pecundang??
Sungai Mahakam.... Pertama kali aq mengunjunginya di suatu sore entah tanggal berapa, aq lupa yang jelas saat itu bulan ramadhan 1430 H atau bulan september 2009 M. Sore itu kami (aku, kakakku dan akak iparku) memang dalam perjalanan dari Balikpapan menuju kediaman mereka di Samarinda Seberang. Perjalanan yang cukup melelahkan rasanya terbayar ketika melihat keindahan sungai mahakam di sore hari, memang ketika itu lampu-lampu di sepangang jembatan belum menyala jadi sepertinya aku belum puas untuk menikmatinya. Oh ya yang tak kalah menariknya, di dekat Sungai Mahakam berdiri sebuah masjid nan megah bernama Masjid Islamic Center Samarinda dan memang baru ku tahu bahwa masjid tersebut adalah masjid termegah dan terbesar kedua di Asia Tenggara... ya walaupun sampai saat ini aku belum menapakkan kakiku di masjid itu, namun aku yakin, suatu saat kesempatan itu akan datang kembali,,,, heheh
***
Malam itu, selepas shalat tarawih, A Vidy (sang kakak ipar) mengajakku dan kakak ku jalan-jalan ke Samarinda sembari membeli beberapa perabotan rumah tangga untuk mengisi rumah barunya . Sontak aq senang sekali, karena memang aku lebih suka menikmati keindahan kota dimalam hari karena beberapa alasan, yang pertama tidak panas karena terhindar dari sengatan matahari siang dan yang kedua suasana kota terasa lebih indah di malam hari dengan segala kemilau pencahayaan dari setiap bangunannya,
Sungai Mahakam pun seperti itu tampak lebih indah jika kita mengunjunginya di malam hari, balutan gemerlap lampu kota juga lampu di sepanjang jembatan menjadikan sungai ini semakin mempesona siapapun yang memandangnya.
Pantulan cahaya lampu di sepanjang jembatan terbias di permukaan sungai sehingga sungai tampak seperti cermin yang berkilau. Jembatan ini juga menjadi salah satu kebanggan warga Samarinda karena memang jembatan dan sungainya begitu indah dan mempesona. Juga konon katanya jika kita meminum air sungai Mahakam maka kita akan berkesempatan kembali mengunjungi sungai nan indah ini. Hmn.... mungkin itu hanya mitos, jadi aku pun tak melakukannya, tapi jika Allah kembali mengijinkanku, maka Insya Allah aku pun akan kembali mengunjungi sungai sejuta pesona ini.
Namun, lagi lagi ada hal yang patut disayangkan, aku tak sempat mengabadikan perjalanan ini... tapi tak mengapa, kenangan itu akan ku rekam dengan baik dalam ingatan, juga ku tulisan di blog ini, agar aku bisa terus mengenangnya selamnya....
Ini Ceritaku... Mana Ceritamu???
Untuk Guru
Posted by: Unknown Posted date: 10:33 / comment : 0 Catatan Murobbi
Oleh: Tere Liye
Bisa jadi sudah baca tulisan Bang Tere-Liye ini, tapi tak ada salahnya saya repost ulang;
*Dear guru-guru yang kami cintai
Ini surat terbuka utk guru2 kami, guru2 yg amat kami cintai, ijinkanlah saya menyampaikan kerinduan ini;
1. Kami tahu, hari pertama bapak, ibu memutuskan menjadi guru, maka sejak detik itu pula bapak, ibu mengikrarkan diri utk menjadi orang paling kaya hatinya di dunia. Kekayaan yang membuat hati begitu cemerlang. Sungguh, Pak, Ibu, kalianlah salah-satu mercu sua r paling terang benderang di dunia ini, sinar kemuliaan kalian boleh jadi hanya kalah sejengkal dari pemimpin yang adil. Maka berbahagialah dgn kabar bahagia itu, menjadi orang paling kaya hati-nya di dunia--bukan kaya harta duniawi.
2. Kami tahu, hari pertama bapak, ibu memutuskan menjadi guru, maka sejak detik itu pula bapak, ibu menjadi orang paling pemberi. Tidak terhitung memberikan tenaga, waktu, pikiran, semuanya. Maka, berhentilah berharap meminta kembalian. Jangan pernah nodai kesucian itu dgn mengambil sesuatu dari murid-murid. seragam sekolah misalnya, anak2 didik bisa memakai seragam standar yang dijual di pasar loak sekalipun, bukan sebaliknya, menjadikan seragam dan kelengkapan sekolah sbg mata pencahariaan. Buku2, jangan pernah menjadikan buku2 sebagai kewajiban, apalagi buku kegiatan bulan Ramadhan, sesak sekali rasanya mengambil 1000, 2000 per buku, berapalah uangnya. Banyak sekali pembelajar di dunia yg sukses hanya bermodalkan pinjam buku2 itu. Juga studi tour, foto ijasah, pembagian raport, tahun ajaran baru, mulailah hilangkan kebiasaan buruk itu, mulailah kebiasaan baru yang begitu mencengangkan dan mengharukan, mari bahu membahu membantu murid2, memberikan semua kemampuan. Tanyakanlah selalu ke hati nurani paling dalam bapak, ibu, apakah sesuatu itu pantas atau tidak. Apakah bapak, ibu tega menjadikan murid2 sumber nafkah. Kalianlah orang paling pemberi, bukan sebaliknya.
3. Kami tahu, hari pertama bapak, ibu memutuskan menjadi guru, maka sejak detik itu pula bapak, ibu menjadi benteng terdepan akhlak yang baik dan teladan kehidupan. Kami berlari menciumi tangan bapak, ibu. Kami menangis mengenang kebaikan bapak, ibu--meski kalian tdk tahu, karena kami terlalu malu mengakuinya. Sungguh, kami semua tdk akan jadi apapun tanpa kalian. Maka jadilah benteng paling gagah itu. Jangan sungkan, jangan risih, selalu bertanya atas keputusan kepala sekolah, rapat2 komite, koperasi, jika itu tdk sesuai nurani. Selalulah mencari solusi yg baik, selalu semangat. Selalu mengambil inisiatif kebaikan dan kejujuran. Selalu sensitif dan memihak atas golongan yang terpaksa dan tidak mampu. Tentu saja itu termasuk, kalau kami bodoh, jangan pernah putus asa. Kami pintar, ajarkan arti rendah hati dan berbagi. Kalianlah benteng terdepan akhlak yang baik dan teladan kehidupan ini. Ajarkan kami agar berhenti berkeluh-kesah--seperti kalian yg malu berkeluh-kesah di hadapan org banyak. Ajarkan kami rasa sabar atas kejahatan hidup--seperti kalian yg gagah dan selalu sabar utk setiap kesulitan.
Duhai, bapak, ibu guru, bahkan dengan pakaian kusam, wajah redup banyak beban hidup, tubuh ringkih, kalian tetap cemerlang dibanding raja2. Bapak, ibu guru, bahkan dengan kesederhanaan hidup itu semua, kalian menjadi semerbak wangi sebuah siklus kehidupan. Terimakasih banyak. Sungguh terimakasih banyak telah menjadi guru2 yg hebat, keren dan super.
Terima kasih.
Tere Liye